PERAN SERTA PERHUTANAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN
Pembangunan kehutanan terus berupaya
mendorong masyarakat sekitar Kawasan yang telah lama menggantungkan
hidupnya pada hasil hutan agar dapat
menghasilkan sumber pendapatan sendiri tanpa harus menggangu sumber daya hutan
yang ada melalui Program Perhutanan Sosial.
Disamping itu perhutanan sosial juga bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat yang berada di
dalam atau di sekitar kawasan hutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pelestarian fungsi hutan.
Secara defiinisi Perhutanan Sosial
adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan
negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat
atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam
bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan
kemitraan kehutanan.
Di Indonesia program pengelolaan hutan
berbasis masyarakat (Community Based Forest Management) dimulai tahun 1995
melalui keputusan menteri kehutanan Nomor 622/Kpts-II/1995 tentang pedoman
hutan kemasyarakatan. Kebijakan ini
lahir untuk dapat mengakomodir peran serta Masyarakat dalam mengelola hutan
baik di dalam kawasan hutan produksi maupun di kawasan hutan lindung. Kemudian pada tahun 1998, SK Menhut Nomor
622/Kpts-II/1995 diperbaharui menjadi SK. Menhut Nomor 677/Kpts-II/1998. Esensi
dari perubahan ini dimaksudkan untuk mengatur pemberian akses kepada
masyarakat, dalam hak pengusahaan hutan kemasyarakatan melalui lembaga
koperasi.
Dalam proses perjalanannya ditahun 2007
program HKm kemudian diperluas dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
serta Pemanfaatan Hutan. Berdasarkan PP tersebut, ditetapkan pula peraturan
teknis yang mengatur tentang HKm, HD, HTR dan Kemitraan Kehutanan.
Kebijakan Perhutanan Sosial ditetapkan
sebagai kebijakan prioritas nasional pada tahun 2015 di bawah kendali
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kebijakan tersebut menyediakan
pemberian hak kelola legal kawasan hutan negara kepada masyarakat yang diatur
dalam peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83 / Menlhk/
Setjen/ Kum.1/10/2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 khusus di wilayah kerja Perum Perhutani.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun
2021 tentang penyelengaraan Kehutanan secara khusus membahas tentang
Pengelolaan Perhutanan Sosial pada BAB VI (bab enam) pasal 203 sampai dengan
pasal 247. Pasal-pasal tersebut kemudian
menjadi landasan hukum dikeluarkanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Permen LHK) Nomor 09 tahun 2021 tentang pengelolaan perhutanan Sosial.
Perizinan Perhutanan Sosial di Provinsi Lampung dimulai pada Tahun 2007 dan berlangsung sampai saat ini dan telah terbit sebanyak 349 izin dengan total luas 200.117,77 Ha dengan total anggota sebanyak 91.156 KK dengan rincian sebaga berikut :
Dalam rangka mewujudkan peningkatan
kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari
Penerimaan Negara Bukan Pajak guna
memperkuat ketahanan fiskal dan mendukung
pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan pemerintah telah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak dan telah dirubah dengan Undang-Undang
Republik Indonesta Nomor 9 Tahun 2018.
Penerimaan negara bukan pajak sektor
kehutanan diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.64/Menlhk/Setjen/Kum.1 /12/2017
Tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi
Tegakan.
Areal Perhutanan Sosial merupakan salah
satu objek PNBP dari pemanfaatan sumber
daya alam oleh karena pemegang perizinan/persetujuan perhutanan sosial
berkewajiban membayar PNBP sebagamana diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 9 Tahun
2021 tentang Pengelolaan
Perhutanan Sosial “ Pasal 93 pemegang persetujuan pengelolaan hd, hkm
dan htr, wajib membayar penerimaan negara bukan pajak dari hasil kegiatan
pengelolaan perhutanan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah bahwa dana bagi hasil sumber daya kehutanan bersumber
dari penerimaan :
- Iuran izin pemanfaatan hutan;
- Provisi sumber daya hutan; dan
- Dana reboisasi.
Selanjutnya dana bagi hasil sumber daya
hutan untuk daerah penghasil ditetapkan untuk provinsi sebesar 16%,
kabupaten/kota penghasil 32%, kabupaten kota yang berbatasan 16% dan kabupaten/kota dalam provinsi 16%.
Bagi hasil PSDH yang diterima oleh
negara selanjutnya dikembalikan ke daerah sesuai porsi tersebut dalam skema
Dana Alokasi Umum (DAU) atau skema lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Tag: Perhutanan Sosial